Resensi buku “Studi Islam Kontemporer”.
Penulis : M. Rikza Chamami, M SI
Desain Isi : Miftakhul Arif
Desain Cover : Abu Fadhel
Penerbit : Pustaka Rizki Putra, Jl. Hayam Wuruk 42-G Semarang 50241
Tebal Buku : xii + 227 hlm
Cetakan : Pertama, Desember 2012
M. Rikza Chamami, M SI. Lahir di Desa Krandon
Kota Kudus 20 Maret 1980. Pendidikan: TK dan SD di Nawa Kartika Langgardalem
Kudus. Lalu menjadi siswa MI-MTs-MA di Madrasah Qudsiyyah Kauman Kudus.
Pendidikan non formal ditempuh di Madrasah Mu’awanatul Muslimin Kudus, Pondok
Pesantren DarunNajah Jrakah Tugu Semarang dan Kursus Bahasa Inggris LBPP LIA
Candi.
Program S.1 di IAIN Walisongo Semarang Jurusan Kependidikan Islam (KI) dan
Program Minor Pendidikan Bahasa Arab (PBA).Dilanjut Program Pascasarjana di IAIN Walisongo Program
Studi Pendidikan Islam.Saat ini aktif sebagai Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Walisongo Semarang dan Skretaris Laboratorium Pendidikan Fak.
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
M. Rikza Chamami menulis buku “Studi Islam Kontemporer”sebagai bentuk wujud
merespons realita agama sebagai penghambaan kepada Tuhan. Agama juga dijadikan
sebagai alat untuk menganalisis realitas sosial yang dinamis. Ia melakukan hal
ini karena diskusi yang sering dilakukan saat kuliah sehingga muncul sebuah
buku “Studi Islam Kontemporer” yang berisi sepuluh bab.
Bab pertama, membahas pasang surut kebangkitan culture dan
keilmuan umat Islam pada masa dinasti Abbasiyah.keturunan al-Abbas paman Nabi
Muhammad, Abdullah Al-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas.
Dinasti ini berkuasa dalam waktu yang sangat panjang, sekitar 580 tahun (750
M/132 H – 1258 M/ 656 H). Disintegrasi ditandai dengan tigahal. Pertama, munculnya dinasti-dinasti
kecil di Barat maupun Timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta
otonomi. Kedua, perebutan kekuasan oleh dinasti Buwaihi dari Persia dan
Saljuk dari Turki Di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khalifah bagaikan
boneka. Ketiga¸lahirnya perang salib antara pasukan Islam dengan pasukan
salib Eropa.
Bab kedua, membahas mengenai kajian kritis dialektika fenomenologi
dan Islam. Kolerasi kesadaran (subyek) dengan realitas (obyek) ini dijelaskan
Husserl melalui konsep intensionalitas. Dengan konsep ini, realitas obyek tidak
bisa dipahami berdiri sendiri; ia selalu lengket dengan subyek. Ambil contoh
sebuah agama. Realitas agama ini tergantung pada subyek yang melihatnya (kyai,
pendeta, penguasa, cendekiawan, dsb). Dengan demkian, subyek memahami realitas
sesuai dengan kepentingannya, sehingga obyek realitas (dalam hal ini agama)
tidak murni lagi. Jika memang seperti itu pengamatan seseorang terhadap realitas, lantas bagaimana kita mendapatkan
obyek yang sungguh-sungguh murini, terlepas dari berbagi prasangka dan bisa
ideologis? Jalan satu-satunya adalah dengan Fenomenologi.
Secara etimologis fenomenologi berasal dari kata fenomen yang
artinya gelaja, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Juga dapat diartikan
sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indera. Fenomenologi
memperhatikan benda-benda yang kongkrit, bukan dalam arti yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, akan tetapi struktur yang pokok dari benda-benda
tersebut, sebagaimana yang kita rasakan dalam kesadaran kita. Karena kesadaran
kita merupaka ukuran dari pengalaman.
Bab selanjutnya membahas filsafat materialisme Karl Mark dan Friedrick
Engels. Karl Mark (1818-1883) dan Friedrick Engels (1820-1895) adalah filsuf
yang menggagas materialisme dialektis dan materialisme historis yang berkiblat
pada Hegel secara kritis dengan melakukan rekonstruksi. Materialisme adalah
sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang
mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi.
Bab ke-empat membicarakan skeptisisme otentitas hadits: kritik
orientalis Ignaz Gorldziher.Dalam rangka membuat kritik hadits, Gorldziher
masih memilah antara hadits dan sunnah. Ia menyatakan bahwa hadits bermakna
suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan
praktis. Ada hikmah dibalik skeptisisme otentitas hadits yang didendangkan oleh
Gorldziher, bahwa umat islam hendaknya tergugah semangatnya untuk meneliti
keaslian hadits secara ilmiah, tidak hanya percaya dengan doktrinasi agama yang
sifatnya normative danpersuasive.
Bab ke-lima dan ke-enam membahas telaah sosio-kultural:
Manhaj Ahlul Madinah dan Postmodernisme: Realitas Filsafat Kontemporer.
Membicarakanbanyak permasalahan
yang timbul dalam istimbat hukum semenjak meninggalnya Nabi
Muhammad SAW. Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya berbagai macam
madzhab. Sehingga muncul dua madzhab besar dalam hukum Islam, yaitu ahlul
Hadits dan ahlul Ra’yi. Selanjutnya Post-modernisme identik dengan dua
hal. Pertama, post-modernisme dinilai sebagai keadaan sejarah
setelah zaman modern. Kedua, post-modernisme dipandang sebagai gerakan
intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekonstruksi pemikiran sebelumnya
yang berkembang dalam bingkai paradigm pemikiran modern.
Bab ke-tujuh ini mengulas mengenai potret metode dan corak Tafsir Al-Azhar.
Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir karya warga Indonesia yang dirujuk
atau dianut dari Tafsir Al-Manat karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla. Melihat
ciri khas yang ada dalam tafsir karya Hamka tersebut, maka nampak metode tahlili bergaya
tertib mushaf dan corak kombinasi al-Adabi al-Ijtima’i-sufi.
Pada bab yang ke-delapan buku ini mengulas mengenai diskursus metode
hermeneutika Al-Qur’an. Hermeneutika Al-Qur’an adalah salah satu metode untuk
membedah kandungan makna ayat Allah ini dengan menyesuaikan konteks dan membuat
ayat itu semakin kontekstual. Diskursus
penafsiran Al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil,
dan al-bayan.
Seterusnya bab ke-sembilan
mengkaji Jawa dan Tradisi Islam Penafsiran Historiografi Jawa Mark R Woodward,
ia seorang Profesor Islam dan Agama-agama Asia Tenggara di Arizona State
University. Menyatakan bahwa Islam Jawa adalah islam, buka Hindhu atau
Hindhu-Budha. Lalu Islam Jawa adalah unik yang disebabkan konsep sufi mengenai
kewalian, mistik dan kesempurnaan manusia diterapkan dalam formulasi suatu
kebudayaan kraton.
Bab terakhir ini mengulas
tentang Reinterpretasi Profil Peradaban Islam. Berbicara strategi kebudayaan
dan peradaban Islam, tesis Samuel P Huntinton tentang the clash of civilization
dapat dijadikan langkah awal dalam melihat posisi peradaban Islam di tengah
konstalasi perdaban global. Kemampuan untuk merekonsiliasikan diri secara
kreatif dan cerdas dengan berbagai tantangan global tersebut. Tentu akan
menciptakan tekstur peradaban Islam yang progesif, liberatif, dan toleran.
Dari bab per bab yang
disajikan dalam buku ini ada beberapa kelebihan sehingga sangat menarik bagi
pembaca. Di antaranya, buku ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami bagi
kaum intelektual atau tingkat akademik karena banyak menggunakan bahasa ilmiah.
Mencantumkan para tokoh pemikir Barat dan pemikir Muslim sehingga memberikan
informasi yang akurat. Setiap bab diberikan kesimpulan dan adanya footnote juga
membantu bagi pembaca untuk memahami lebih dalam.
Namun ada kekurangan dalam
buku ini yaitu masih ada kata yang kurang satu huruf atau dua huruf. Terlalu
banyak menggunakan bahasa akademik sehingga buku ini terkesan hanya untuk
lingkungan akademik, bukan kalangan umum.
Dan tulisan Arab (al-Qur’an) sebaiknya dikasih harakat supaya orang yang
tidak tahu ilmu Nahwu Shorof tidak salah membaca saat melafadzkannya. Akan
tetapi, buku ini tetap menarik untuk dibaca bagi para mahasiswa yang berkecimpung dalam dunia ke-Islam-an.